Thursday, June 1, 2017

Impotensi Pada Era Majapahit



JAUH sebelum ilmu farmakologi muncul, kesadaran tentang pentingnya pria merawat kejantanan telah tumbuh. Kitab Kutaramanawa, yakni kitab perundang-undangan zaman Majapahit, membuktikan hal itu.

Pasal 113 kitab itu menyebutkan: Seorang gadis berhak membatalkan perkawinannya, setelah di tempat tidur mengetahui bahwa lakinya menderita penyakit (yang mengurungkan perkawinan) misalnya sakit kuning, impoten untuk persetubuhan, bukan laki-laki (banci), mempunyai penyakit budug pada perut, pada paha, pada pantat, tidak kelihatan dari luar; menderita sakit ayan atau gila. Dalam hal yang demikian itu gadis tersebut berhak untuk membatalkan perkawinannya. Ia wajib mengembalikan mahar tanpa lipat dua.

Jadi, pada zaman itu pihak penguasa telah punya instrumen untuk memberi perlindungan atas hak-hak calon istri, hak untuk mendapatnya kesejahteraan dari suaminya, termasuk hak kesejahteraan batin terkait dengan kesehatan, tak terkecuali dalam hal kebutuhan seksual.

Lebih dari itu, lewat undang-undang, penguasa juga memberi jaminan kepada masyarakat untuk terhindar dari penyimpangan praktik pengobatan, sebagaimana diatur pada Pasal 274 Kitab Kutaramanawa: Jika ada orang yang mengobati tanpa memiliki pengetahuan tentang obat-obatan ... tanpa mengetahui soal penyakit, hanya karena menghendaki hadiah dari orang yang sakit, orang yang demikian supaya diperlakukan sama dengan pencuri ....

Tidak dulu, tidak sekarang, soal gangguan fungsi seksual selalu menjadi perhatian penting. Demikian halnya mengenai praktik pengobatan, kita harus waspada agar tidak menjadi korban dari obat yang tidak menyehatkan melainkan justru merusak kesehatan.

Kini banyak pria mengonsumsi obat yang dijual bebas di pasaran. Tetapi, tidak sedikit pula yang berisiko terhadap kesehatan, utamanya obat kimiawi. Obat kimiawi memang bisa bereaksi cepat, tetapi berisiko bagi organ maupun jaringan tubuh. Berbeda dengan produk herbal yang membutuhkan proses, tetapi kalau dikonsumsi secara rutin, efek luar biasa pun bisa dirasakan.

Vitaplas, misalnya, produk herbal yang diproduksi melalui proses ekstraksi dengan mesin-mesin modern berteknologi tinggi, bisa menjawab masalah gangguan fungsi seksual. Vitaplas mengandung zat spilanthol, eurikomanon, hidroquinone, dan squalena.
  • Shilanthol: zat aktif yang terdapat pada tanaman obat yang punya efek aprosidiak untuk meningkatkan vitalitas.
  • Eurikomanon: zat aktif yang berfungsi meningkatkan libido dan efek androgenik.
  • Hidroquinone: berfungsi merangsang ereksi, memacu semangat dan menaikkan tekanan darah.
  • Squalena: dapat merangsang semangat dan melancarkan transfer oksigen dalam darah.

No comments: